Dikutip dari Kompas.com, kasus ini bermula dari Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 yang mewajibkan PT
Pertamina untuk mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.
Hal tersebut berarti pemenuhan kebutuhan minyak mentah di dalam negeri mesti
dipasok dari dalam negeri, begitu pula dengan kontraktornya yang harus berasal
dari dalam negeri.
Namun, penyidikan Kejagung menemukan bahwa tersangka RS, SDS dan AP
melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk
menurunkan produksi kilang.
Hal itu membuat produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.
Adapun pengondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun
produk kilang dilakukan dengan cara impor.
Terkait hal tersebut, penyidik Kejagung kemudian memeriksa sejumlah saksi dan
ahli hingga akhirnya dapat menetapkan beberapa tersangka.
Kejaksaan Agung telah menahan tujuh tersangka dugaan korupsi tata kelola
minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina subholding dan kontraktor
kontrak kerja sama periode 2018-2023.
“Berdasarkan alat bukti tersebut tim penyidik pada malam hari ini menetapkan
tujuh orang sebagai tersangka,” kata Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejagung,
Senin (24/2/2025) malam. (Bangkapos.com “Awal Mula Kasus Korupsi Minyak
Mentah Pertamina Terungkap hingga Muncul Angka Rp 193,7 Triliun”)
Adapun ketujuh orang tersangka itu yakni RS selaku Direktur Utama PT Pertamina
Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock And Produk Optimitation PT
Pertamina Internasional, ZF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional
Civic.
Kemudian AP selaku Vice President (VP) Feedstock, MKAN selaku Beneficial
Owner PT Navigator Katulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa
dan DRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT
Orbit Terminal Merak.
Akibat perbuatannya, para tersangka pun diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto
Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal
55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Usai ditetapkan sebagai tersangka mereka kini ditahan selama 20 hari ke depan.
“Terkait soal kerugian, nah di beberapa media sudah kita sampaikan bahwa yang dihitung sementara, kemarin sudah
disampaikan di rilis itu Rp 193,7 triliun, itu tahun 2023,” kata Harli kepada wartawan, Rabu (26/2/2025).
(Bangkapos.com Awal Mula Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina Terungkap hingga Muncul Angka Rp 193,7
Triliun”)
Adapun lima komponen yang mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara Rp 193,7 triliun dari kasus korupsi
tata kelola minyak mentah di PT Pertamina sebagai berikut;
- Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun.
- Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
- Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun.
- Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun.
- Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
Reporter: Serio Agus Kurniawan