Adhim Wijaya merupakan salah satu mahasiswa Universitas Negri Raden Intan Lampung. Ia
bekerja sebagai driver ojek kampus ( JEKPUS ). Yang mana Jekpus ini merupakan salah satu
usaha ojek di uin raden intan yang menerima jasa antar jemput, antar makanan, sampai
penitipan barang di sekitaran kampus. Tarif nya pun cukup ramah di kantong, mulai dari 5 ribu
rupiah untuk sekali antar jemput.
Adhim Wijaya menyatakan bahwa ia lebih memilih untuk bekerja sebagai pengemudi Jekpus
(Jek Kampus) daripada pekerjaan lain. “Sebenarnya saya hanya mengisi waktu luang saja.
Daripada saya berada di perpustakaan tanpa melakukan aktivitas berarti, hanya membaca buku
saja, lebih baik saya menjadi ojek online. Lumayan untuk menambah uang saku bulanan dari
rumah,” kata Adhim sambil tertawa.Saya bertanya kepada Adhim, “Mengapa Anda tidak
mendaftar sebagai pengemudi Maxim saja?” Dia menjawab, “Untuk menjadi pengemudi
Maxim itu cukup rumit. Kita harus memiliki SIM. Sebenarnya saya sudah membuat akun
Maxim, tetapi belum menjadi prioritas sehingga sulit mendapatkan pesanan. Sementara itu,
syarat untuk menjadi akun prioritas adalah kita harus membeli perlengkapannya terlebih
dahulu, seperti jaket dan helm. Namun, saya belum mampu membelinya karena harganya
cukup mahal, sekitar 300 ribu rupiah.”
Berapa tarif Jekpus untuk sekali antar-jemput? “Untuk sekali antar-jemput itu tergantung pada
jarak. Kalau dari belakang UIN ke depan UIN, saya menetapkan tarif hanya 6 sampai 7 ribu
rupiah. Kalau jasa antar barang atau mengambil pesanan di UIN lalu diantarkan ke depan UIN
seperti ke Pulau Pisang atau ke Pandawa, saya tarifkan 5 ribu saja. Tetapi namanya kerja harus
ikhlas, berapapun hasilnya tetap harus disyukuri,” kata Adhim.
Untuk pemesanan Jekpus sendiri bisa dikatakan mudah. Mulanya kita cukup mengetik ‘ojek’
lalu mengirimkannya ke grup Jekpus. Nanti para admin akan berebut untuk mengetik “OK”.
Siapa yang terlebih dahulu mengetik “OK”, itulah yang mendapatkan pesanan. Jadi orang yang
memesan ojek tinggal menghubungi nomor WhatsApp admin yang terlebih dahulu merespons.
Kemudian admin akan meminta berbagi lokasi, lalu kita tinggal mengirimkan lokasi kita,
barulah admin tersebut akan menuju ke tempat kita. Namun, kita harus masuk terlebih dahulu
ke grup Jekpus yang tautan grupnya sering dibagikan ke grup mahasiswa UIN RIL. Grup UIN
RIL ini berisi mahasiswa UIN semua, jadi hampir semua mahasiswa UIN masuk ke grup
tersebut.
“Saya mulai siap menjadi ojek sejak pukul 06.30 pagi. Nanti kalau sudah pukul 07.15, barulah
saya menuju ke kelas, itu pun jika ada informasi dosen masuk. Kalau tidak ada informasi dosen
masuk, saya tetap menjadi ojek. Biasanya pukul 12.00 saya sudah selesai kelas. Setelah salat
Zuhur, barulah saya melanjutkan menjadi ojek sambil mencari makan di luar. Biasanya saya
membeli nasi Padang seharga 10 ribu rupiah. Setelah makan, saya melanjutkan menjadi ojek
sampai sore pukul 18.30, dan saya langsung pulang ke kosan,” ujar Adhim pada saat itu.
Biasanya ia mangkal atau menunggu pesanan di dalam kampus, yaitu di samping perpustakaan.
Tak jarang juga ia menunggu pesanan ojek dari dalam perpustakaan sambil membaca buku
untuk menambah wawasannya. Sungguh pintar sekali pemuda ini dalam mengatur waktu.
Sungguh cerdas sekali orang yang pertama kali menciptakan grup ojek ini. Ia mampu berpikir
untuk mengadakan ojek kampus, padahal jika dipikir-pikir, sudah banyak Maxim dan Gojek.
Namun, siapakah orang yang pertama membuat grup ojek di UIN ini? “Saya sendiri tidak tahu
siapa yang pertama kali menciptakan grup ojek ini, tetapi grup yang paling tua itu namanya
OHAKAM, karena anggota grupnya paling banyak. Waktu itu saya sempat iseng menghubungi
pembuat grup ini, namanya Taufik Hidayat, mahasiswa Fakultas Ushuluddin,” ujarnya saat itu.
Sebenarnya saya turut prihatin terhadap mahasiswa yang masih bekerja keras untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya di kampus. Namun, di sisi lain, saya memberikan apresiasi karena
dia berusaha untuk tidak terlalu membebani keluarganya. Adhim adalah orang yang membuat
saya terkesan, bahkan saya menyebut Adhim sebagai orang yang pintar dalam mengatur waktu
kuliahnya. Walaupun teman-teman yang lain sering datang terlambat masuk kelas, namun
berbeda dengan Adhim ia tidak pernah terlambat untuk datang ke kelasnya walaupun ia sambil
menjadi ojek di kampusnya.
Adhim berkata, “Saya kalau tidak dibantu dari penghasilan menjadi ojek, mungkin saya sudah
berhenti kuliah, karena ibu saya di kampung pekerjaannya menjadi buruh cuci. Tetapi akhir-
akhir ini sudah sedikit orang yang memesan jasa cuci karena kehadiran mesin cuci yang
semakin canggih. Sementara ayah sudah meninggal 2 tahun lalu, maka dari itu ibu pun mau
tidak mau harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan di rumah. Saya anak pertama, Bang. Saya
memiliki 4 adik; yang pertama dan kedua masih duduk di bangku SMA, dan yang ketiga dan
keempat masih SD.
Sebenarnya dulu saya tidak ingin kuliah dulu karena saya melihat kondisi keluarga saya yang
masih tidak memungkinkan, tetapi ibu tetap meminta saya untuk tetap kuliah. ‘Nanti pasti ada
jalannya,’ kata ibu saya. Dan sekarang saya sudah kuliah, tetapi begitulah, ibu saya hanya bisa
memberikan 50 ribu rupiah per minggu. Terkadang ibu tidak bisa memberikan uang itu ketika
ada musibah tertentu. Sementara adik ketiga saya sering sakit-sakitan karena dulu ia lahir
prematur, jadi sering kambuh penyakitnya. Jadi, saya terpaksa bekerja seperti ini sambil
menabung juga untuk mendaftar Maxim agar bisa menjadi ojek malam juga. Bahkan saya
sudah lupa, Bang, rasanya tidur siang karena saya menggunakan waktunya untuk menjadi ojek.
Tetapi alhamdulillah, saya mendapatkan KIP, sehingga UKT saya bisa saya bayar dari uang
KIP itu. Dan juga saya tidak mengontrak kamar kost, Bang. Saya tinggal di masjid dan
alhamdulillah ada gajinya per bulan walaupun tidak banyak.” “Waduh, maaf ya, Bang, jadi
curhat begini, soalnya terbawa suasana,” ujarnya.
Sebagai motivasi bagi kita, jangan pernah mengeluh dengan keadaan selagi kita masih
berusaha. Apa yang tidak mungkin bagi Allah? Tetaplah semangat menjalani hidup dan nikmati
semua proses yang ada. Bahkan kepompong yang tadinya hanya ulat yang melata bisa berubah
menjadi kupu-kupu yang indah menghiasi taman bunga, berterbangan ke mana pun yang ia
bisa. Semua itu bukan hal instan yang semata-mata terjadi begitu saja, semua adalah hasil dari
kegigihan bertahan di dalam lengkungan daun pisang yang diterpa hujan, panas, dan
guncangan angin.
Ojek Kampus.
Reporter: Ahmad Kurniansah